Looking For Anything Specific?

header ads

Cegah Keluar Besar Anda! Jangan Mudik dan Jangan Panik, Tetap Bersama!

 

   AnakGossip - Sudah beberapa hari ini Asisten Rumah Tangga (ART) Dita "rewel" ingin sekali minta mudik alias pulang kampung. Wabah COVID-19 yang bersarang di Jakarta membuat sang ART gelisah. Pikirnya mungkin saja dia bisa tertular jika terus berada di Jakarta. Terlebih, beberapa saudaranya seperantauan sudah berbondong-bondong pulang. Ada yang kembali karena jualannya tidak laku karena lantaran Jakarta sepi. Ada juga yang pulang karena takut tidak bisa berlebaran di kampung halaman nantinya.

Dita pun dilema menghadapi permintaan ART-nya. Dita sangat membutuhkan bantuan ART tersebut saat ini. Juga bila dia mengizinkan keselamatan sang ART belum tentu terjamin. Bisa saja tertular COVID-19 saat perjalanan mudik. Oleh karena itu, ibu dua anak itu sekarang masih terus menahan ART-nya agar tidak pulang ke daerahnya.

"ART adalah aset berharga. Jangan sampai (pulang ke daerah sekarang)," Dita bercerita kepada Kumparan.

Kasus ART minta pulang saat ini memang mulai jamak terjadi. Hal yang sama juga dialami para pekerja bangunan di Jakarta. Penyebaran COVID-19 yang meningkat signifikan membuat proyek-proyek pembangunan disetop. Alhasil para pekerjanya menjadi pengangguran ibu Kota. Sementara untuk dapat bertahan hidup di kota megapolitan bukan yang murah. Pulang kampung menjadi satu-satunya opsi yang dianggap dapat membuat mereka selamat dari himpitan ekonomi. Namun, di tengah wabah COVID-19 ini apakah opsi tersebut bisa diamini?

Lantas, bagaimana jika para ART dan pekerja bangunan dari Jakarta tetap berbondong-bondong pulang ke daerah mereka?

 

Sosiolog Universitas Indonesia Imam B. Prasodjo menyebutkan opsi pulang ke tempat kelahiran saat ini merupakan hal berisiko tinggi. Sebab penularan COVID-19 tidak dapat diprediksi dan tak kasat mata. Setiap pergerakan atau interaksi dari satu manusia dengan lainnya bisa saja menyebabkan transmisi COVID-19. Dengan demikian, perlu menurutnya agar majikan mewanti-wanti ART supaya mengurungkan niat mereka untuk pulang.

"Jadi dia pulang misalnya mungkin di dalam rumah tidak apa-apa. Tapi selama perjalanan pulang kalau dia melakukan perjalanan dia mungkin akan terkena," terang Imam.

"Itu bukan hanya sekadar keselamatan dia ya kalau terpapar di jalan. Tapi juga keselamatan keluarganya. Dia bisa menulari keluarganya. Kecuali kalau dia tidak peduli dengan keluarganya," Imam menambahkan. 

Situasi yang sama menurut Imam juga berlaku untuk mudik masa lebaran nanti. Mudik lebaran akan menjadi hal yang sangat berisiko. Dengan model mudik menggunakan transportasi umum, lazimnya orang akan duduk berdempetan sehingga penularan COVID-19 berpotensi terjadi. Sebab harus diperhatikan saat ini, baik mereka yang terinfeksi atau sebaliknya, tidak mempunyai perbedaan yang klir. Beberapa orang yang positif COVID-19 sebelumnya tidak menunjukkan gejala spesifik. "Ini akan menjadi bencana kemanusiaan yang mungkin terbesar kalau ini tidak dapat dicegah (penularan saat mudik)," sebub Imam.

Wakil Presiden RI, KH Ma'ruf Amin sebelumnya telah meminta masyarakat agar dapat mempertimbangkan keputusan untuk mudik karena penyebaran COVID-19 terus meluas. Jangan sampai niat mudik justru mengabaikan keselamatan mereka.

Meski begitu, Ma'ruf tidak melarang bila seseorang memang terpaksa harus mudik. "Kalau memang harus terpaksa mudik, pastikan bisa menjaga diri dari kemungkinan adanya potensi penularan di sana (kampung halaman)," ucap Ma'ruf, Kamis, 19 Maret 2020.

Sementara itu, terkait pekerja bangunan yang terdesak untuk pulang, minimal di daerah mereka sudah memberlakukan screening untuk sterilisasi. Jika terindikasi sakit mereka harus segera mengisolasi diri.

"Kayak Jakarta itu wilayah terjangkit episentrum. Kalau orang dari wilayah tersebut keluar pulang itu dia harus diisolasi dulu. Oleh karena itu, dia sediakan rumah khusus oleh RT/RW setempat," ujar Imam.

Akan tetapi fasilitas rumah khusus untuk isolasi saat ini belumlah ada setiap daerah. Oleh karena itu, penting bagi stakeholder di daerah para pekerja untuk menyediakan fasilitas screening yang memadai. Dengan demikian penyebaran COVID-19 ke berbagai daerah bisa ditekan. Mengacu pada data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, per Rabu, 25 Maret 2020, kasus positif sudah terkonfirmasi di 24 Provinsi di Indonesia. Jakarta menjadi provinsi dengan kasus tertinggi, yakni 424 kasus dari total keseluruhan 686 kasus.

Tidak mau tetap di rumah

   Medio Maret lalu, Presiden Joko Widodo mengimbau masyarakat untuk melakukan segala aktivitasnya di rumah, dari bekerja hingga beribadah. Selain itu perilaku social distancing juga perlu dilakukan supaya penyebaran COVID-19 tidak semakin masif. Tapi pada realitasnya imbauan itu tidak sepenuhnya diindahkan.

Misalnya saja di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Meski sudah terkonfirmasi satu kasus positif di sana, imbauan social distancing, atau sekarang diubah menjadi physical distancing, tidak 100 persen dilakukan. Beberapa orang masih terlihat berkumpul di kedai-kedai makan. Ada yang sekadar duduk mengobrol sembari makan dan ada pula yang hanya berkumpul bermain catur.

Masyarakat yang enggan tetap di rumah menurut dokter sekaligus dosen Universitas Indonesia, Pandu Riono, adalah imbas dari istilah social distancing yang tidak dipahami sepenuhnya. "Jangan salahkan masyarakat karena mereka belum dipahami, belum diedukasi, belum diberikan petunjuk operasional yang penting, dan apa yang harus dilakukan," jelas Pandu.

"Jangan menggunakan istilah social distancing seolah-olah orang tahu pengertian itu," imbuhnya.



Pandu menyoroti tidak adanya massive education dari pemerintah terkait social distancing. Padahal hal tersebut menjadi kunci dari efektif tidaknya imbauan untuk social distancing. Term berbahasa Inggris tersebut menurut Pandu mengacu pada perilaku menghindari kerumunan di mana pun. Konsep kegiatan sosial, semisal seminar, tabligh akbar, dan misa, harus dicegah supaya tidak ada kerumunan orang.

Social distancing atau physical distancing secara garis besar membatasi interaksi satu orang dengan yang lainnya. Namun, dalam praktiknya istilah itu belum mampu menyentuh masyarakat dari segala lapisan. "Massive education itu harus ada. Tapi ini kan kurang. Orang ngomongnya cuma social distancing. Ya dibahasa Indonesia-kanlah social distancing itu apa? Jadi orang ngerti dan paham betul," Pandu menegaskan.

Social distancing adalah opsi pemerintah Indonesia selain rapid test untuk menekan laju penyebaran COVID-19. Upaya tersebut sebetulnya menurut Panda terlambat sekitar dua bulan. Ada indikasi COVID-19 sudah menyebar luas di Indonesia pada Februari melalui transmisi lokal. Beberapa orang suspect COVID-19 sempat mencuat. Sebut saja seorang pasien di RSUP Dr. Kariadi Semarang yang sempat diisolasi setelah bepergian dari Spanyol. Pasien tersebut meninggal dunia pada 23 Februari 2020. Selain itu juga ada seorang pegawai BUMN suspect COVID-19 yang meninggal di Cianjur 3 Maret silam.

"Bulan Februari itu COVID-19 sudha beredar karena Indonesia salah satu negara yang mobilitas antara Wuhan dan 5 kota di kita itu tinggi sekali. Jadi di antara penumpang itu pasti ada yang membawa virus gitu dan menularkan secara lokal. Tapi kemudian tidak terdeteksi," pungkas Pandu.

Artikel asli

DEPOSIT PAKE PULSA | DEPOSIT VIA PULSA | DEPOSIT VIA OVO | DEPOSIT VIA GOPAY | DEPOSIT VIA DANA | DEPOSIT VIA TELKOMSEL | DEPOSIT VIA XL | DEPOSIT VIA AXIS | VIRUS KORONA | VIRUS CORONA | CORONA VIRUS DESEASE | COVID-19 | WHO